Minggu, 07 Juni 2009

My Lovely Prince - Peter's Story

Dia bukan sebuah mitos seperti Hercules, Zeus ataupun Odin. Bukan juga legenda yang hanyalah isapan jempol buatan masyarakat. Kalau aku boleh katakan secara pribadi, Dia adalah…bagian dari hidupku, udara yang aku hirup setiap saat. Namun secara umum, aku katakan Dia adalah sebuah sejarah yang terindah…bukan, bukan terindah, tetapi teragung.

Ya, yang teragung. Kurasa kata indah saja kurang untuk mendiskripsikan diriNya.
PenampilanNya sederhana, namun penuh dengan karisma. Aku baru kenal dengan Dia setelah aku ikut dan hidup bersama-sama dengan Dia sebagai muridNya.

“Ah, kenapa dari kemarin kita ngga dapat ikan, ya?” kataku kesal. Waktu itu aku sedang berlayar mencari ikan di pantai bersama Andreas saudaraku. Semalaman kami sudah berlayar ke tengah lautan, namun tidak ada hasil sama sekali. Sekarang matahari sudah bersinar terang dan angin laut pun mulai membawa perahu kami ke daratan. Kalau menurut perkiraanku, seorang nelayan yang berpengalaman, kami tidak akan mendapatkan ikan jika matahari telah meninggi, atau paling tidak sangat sulit. Akhirnya kami berdua memutuskan untuk menepi ke pantai dan mencuci jala kami. Mencuci jala bukanlah pekerjaan yang aku senangi mengingat aku ini orang koleris yang tidak sabar. Teman-temanku sering berkata padaku kalau aku selalu bicara sebelum berpikir terlebih dahulu, bahkan saat mengambil keputusan yang penting sekalipun. Yah, itulah aku.

Tiba-tiba, sebuah tangan menepuk bahuku. Dengan senyuman yang ramah, pria itu bertanya apakah Dia boleh meminjam perahuku. Aku sangat terkejut ketika aku melihat begitu banyak orang yang ada di belakangNya.

“Wow, apa yang mau Dia lakukan? Jangan-jangan Dia mau melarikan diri dengan perahuku.” pikirku. Namun tatapan mataNya yang sangat hangat itu menghapus pikiran jelekku. Dengan segera aku mengangguk dan mempersiapkan perahu. Entah apa yang dipikirkan oleh Andreas, dia membawa jala yang tengah kami bersihkan tadi. Mungkin saja insting nelayan.

Akhirnya kami kembali berlayar. Setelah berlayar beberapa meter dari pantai, Dia menyuruhku menghentikan perahu. Aku pun membuang sauh. Dia menghadap ke arah orang banyak di pantai dan mulai mengajar mereka dengan hikmat yang luar biasa. Satu persatu dari orang banyak itu mulai duduk. Mereka sangat menikmati pengajaranNya. Aku memang sudah pernah mendengar tentang Dia. Orang-orang sering memanggilNya rabbi atau guru. Hikmat kebijaksanaan dan karismaNya yang sangat luar biasa itulah yang dapat membuat orang banyak senang mendengarkan ceritaNya. Bahkan ada orang yang berkata bahwa Dia berbeda dengan ahli-ahli Taurat di jaman itu. Dia mengajar dengan penuh kuasa dan hikmat. Beberapa orang yang waktu itu sempat dibaptis oleh Yohanes Pembaptis pernah menyaksikan seekor burung merpati yang sangat putih dan terlihat bersinar turun ke atasNya. Saat itulah terdengar suara yang menyatakan bahwa Dia adalah anak yang berkenan kepada Bapa. Yohanes Pembaptis pun bahkan pernah berkata, “Membuka tali kasutNya pun aku tidak layak.” Padahal Yohanes Pembaptis adalah salah satu tokoh terkenal saat itu.

Mungkin apa yang mereka katakan itu benar, tapi aku belum begitu percaya kepadaNya. Aku hanyalah nelayan biasa yang hanya tahu hal-hal sederhana. Siapa itu Bapa? Siapa itu Anak? Kalau burung merpati biasa aku tahu, tapi kalau burung merpati putih bersinar…aku tidak tahu.
Dia juga seorang yang penuh kejutan. Sama seperti saat itu, ketika kami sudah berhenti beberapa meter dari perahu, Dia mulai mengajar. Ternyata Dia memakai angin laut untuk membawa suaraNya ke arah pantai, sehingga orang banyak itu bisa mendengar suaraNya. Sungguh luar biasa.

Tapi itu belum seberapa. Yang lebih mengejutkanku adalah kejadian setelah Dia selesai mengajar dan orang banyak itu telah pergi meninggalkan kami. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat-lihat perahu kami seakan-akan Dia bertanya kenapa tidak ada ikan di kapal ini.
“Kalian ngga bekerja ya? Kok tidak ada ikan sama sekali di perahu kalian?” TanyaNya kepadaku dan Andreas.

“Guru,” kataku menyebutNya guru, mengikuti bagaimana orang banyak memanggil Dia, “Kami sudah bekerja semalam suntuk, tapi tidak ada ikan yang masuk ke jala kami sama sekali.” Dia hanya tersenyum dan melangkah ke sisi kanan kapal.

“Hei, lihat! Ada banyak ikan di sebelah sini lho!” kataNya dengan nada gembira. TanganNya menunjuk ke air dan wajahNya bersinar-sinar. Aku sempat berpikir, apakah Dia mau mempermainkan aku? Aku, seorang nelayan yang hebat, saja tahu dengan pasti kalau tidak mungkin ada ikan di siang bolong seperti ini. Entah itu di sisi kanan ataupun kiri, bukan itu masalahnya. Apalagi Dia bukan seorang nelayan.

“Cepat! Tebarkan jalamu di sebelah sini!” kataNya lagi. Karena aku merasa segan, aku mulai mengambil jalaku dan menebarkannya di sebelah kanan perahuku seperti yang Dia katakan. Setelah satu atau dua detik, jalaku mulai bergerak-gerak. Saat itu jantungku berdetak cepat. Aku sendiri tidak tahu mengapa. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya. Aku tahu, sesuatu yang besar akan terjadi.
Tiba-tiba, jala itu menjadi sangat berat.

“Andre! Andreas! Bantu aku cepat! Aku tidak kuat lagi nih!” seruku pada Andreas. Dia langsung bergegas membantu aku. Kami berdua sangat kewalahan menarik jala kami. Jala itupun sudah hampir robek. Saat jala itu terangkat sedikit dari permukaan air, mata kami sangat terpukau dengan ikan-ikan yang kami tangkap. Ada ratusan dan semuanya ikan besar.

“Wow! Luar biasa! Luar biasa!” seru Andreas yang terus berusaha mengangkat jala. Perahu kami hampir terguling karena ikan-ikan itu. Teman-teman kami yang masih berada di pantai langsung membawa perahu mereka mendekati perahu kami. Mereka memenuhi perahu mereka dengan wajah yang gembira namun juga bercampur heran akan kejadian hari itu. Setelah keadaan dapat dikendalikan, aku langsung merasa bersalah kepadaNya. Berlutut, aku berkata:
“Tuhan, pergilah daripadaku. Aku ini orang yang berdosa.” Aku sangat menyesal telah meragukan setiap perkataanNya. Namun dengan tersenyum, Dia memegang tanganku dan membantuku berdiri. Dia tertawa dan merangkulku.

“Wow! Kita akan makan besar hari ini!” kataNya kepadaku seolah-olah Dia sudah mengenalku sejak kecil. Aku memaksakan diri tersenyum dan masih terkagum-kagum padaNya. Akhirnya kami menepi ke pantai dengan perahu yang hampir tenggelam karena begitu besar hasil yang kami peroleh hari itu.

“Wah, luar biasa! Kita bisa kaya kalo setiap hari seperti ini!” seru Yakobus, salah satu temanku.
“Ya! Apalagi ikan besar seperti ini pasti bisa dijual mahal!” sambung Yohanes saudaranya.
“Ha, ha, ha, ha, ayo kita pesta malam ini!” sahut Andreas bergabung dengan kegembiraan mereka.

Itulah yang dikatakan mereka. Aku sendiri tidak begitu heboh saat itu. Aku masih terkagum-kagum akan Dia. Ternyata Dia lebih hebat daripada kabar yang pernah aku dengar. Semuanya – karisma, kasih, kelembutan, keramahan dan senyumanNya. Pokoknya luar biasa…dan ini aku lihat sendiri dengan mata yang ada di kepalaku.
Aku berjalan menyusuri pantai menjauhi keramaian karena ingin menenangkan diriku sejenak. Di saat aku akan duduk di sebuah pondok, Dia memanggil namaku. Ternyata Dia mengikutiku. Dia langsung duduk di pondok itu.

“Kenapa? Nggak ikut pesta? Teman-temanmu senang, lho.” kataNya kepadaku.
“Nggak kok, aku cuma ingin menenangkan pikiranku dulu.” balasku sambil duduk di sebelahNya.
“Apa ada masalah?” tanyaNya lagi.
“Aku tahu dengan insting dan pengalaman nelayanku, kalau nggak mungkin ada ikan sebanyak itu di siang hari. Bahkan di malam hari pun, nggak akan pernah kami mendapatkan ikan sebanyak itu. Aku tahu, tadi itu bukan usaha dan pekerjaanku. Itu pasti Kamu. Iya khan?” Dia hanya tersenyum.
“Ya…hmm, nggak ada yang mustahil bagi Tuhan, khan?” kataNya sambil mengangkat bahunya. Aku hanya terdiam saat tanganNya merangkul pundakku.
“Ayo ikut aku. Aku akan jadikan kamu…seorang penjala manusia.” Dia kembali tersenyum.
“Penjala manusia?” tanyaku kepadaNya. Aku sungguh tidak tahu apa yang dimaksudkannya. Dia membalas pertanyaanku dengan anggukan.
“Mungkin kamu belum mengerti maksudku sekarang, tapi suatu saat nanti kamu akan ngerti, bahkan lebih dari mengerti.”
Belum sempat aku bertanya lagi, Andreas berlari ke arah kami.
“Hei! Apa yang kalian lakukan?” tanyanya sambil terengah-engah. Nafasnya terputus-putus.
“Kami baru cari udara segar kok. Habis di sana baunya ikan. Ha, ha, ha, ha!” kataNya tertawa. Dia memegang pundak Andreas dan mengajukan pertanyaan yang sama.
“Andre, bagaimana kalau kau ikut Aku juga? Dia juga baru saja setuju ikut denganKu.” lanjutNya sambil merangkul pundakku. Aku masih bingung kapan aku berkata ya kepadaNya. Namun sebelum selesai berpikir, Andreas sudah memberi jawaban kepadaNya.
“Ya! Tentu saja! Apalagi kalau dia ikut.” jawabnya dengan gembira.
“Bagus! Siap-siap berangkat ya!” kataNya lagi. Dia berdiri dan melihat ke arah Yakobus dan Yohanes. Sambil mengatupkan kedua tanganNya di mulut, Dia berteriak.
“Hoi! Yakobus! Yohanes! Ayo ke sini! Kita pergi sama-sama!” Dengan wajah yang gembira, mereka berlari ke arahNya. Karena semuanya sudah berkumpul, kami pun berangkat. Sejak saat itu, kami berempat menjadi muridNya.
Tidak pernah aku bayangkan sebelumnya kalau Dia mau menjadi guru kami. Padahal dulu aku berpikir kalau hidup kami ini biasa saja dan tidak ada yang spesial dari kami.
“Justru karena itulah Aku datang kepada kalian semua…untuk memberikan kalian…sesuatu yang spesial, sehingga hidup kalian pun menjadi spesial.” kataNya di suatu malam saat kami makan bersama. Kata-kata itu…tidak akan pernah aku lupakan. Sungguh sebuah kata-kata yang sangat memberikan semangat buatku.

Semakin lama aku mengikutiNya, semakin senang aku berada di dekatNya. Dia sering bercerita tentang hal-hal yang sangat menarik. Dengan perumpamaan-perumpamaan, Dia menjelaskan banyak hal kepada kami. HikmatNya sungguh luar biasa dan kami selalu menikmati setiap cerita dan ajaranNya.

******

Suatu saat, Dia diundang ke sebuah pesta perkawinan di Kana. Orang yang hadir saat itu sangat banyak karena mempelai berdua adalah orang yang cukup kaya. Guru mengajak kami dan ibuNya, Maria. Kami semua sangat menikmati pesta tersebut. Anggur yang istimewa pun menjadi minuman kami selama pesta berlangsung.

Di tengah pesta, saat aku sedang bercakap-cakap dengan beberapa temanku yang juga diundang, tidak sengaja aku mendengar percakapan seorang pelayan dengan ayah mempelai pria.
“Tuan, persediaan anggur…sudah habis. Bagaimana ini?” kata pelayan itu ketakutan. Suaranya sangat pelan.
“Apa? Tapi bagaimana hal ini bisa terjadi?” tanya ayah mempelai pria itu.
“Maaf, Tuan…kami salah perhitungan. Tamu yang datang ternyata di luar dugaan kami.”
“Waduh sekarang bagaimana lagi ya?” kata tuan itu. Dia lalu pergi ke arah dapur. Guru kelihatannya tahu akan hal itu, tapi anehnya Dia tetap meneruskan percakapanNya dengan seorang tamu di sana. Tidak lama setelah itu Maria, ibuNya, mendekat dan berbisik di telingaNya. Keduanya pun segera pergi ke arah dapur. Wajah Maria terlihat khawatir dan bingung. Karena penasaran, aku mengikuti mereka berdua, kalau-kalau ada yang bisa aku bantu, pikirku.

“Nak,” kata Maria pelan, “Mereka kehabisan anggur.” Ternyata memang benar. Mereka kehabisan persediaan anggur. Di dalam adat kami, kehabisan anggur dalam pesta perkawinan adalah hal yang memalukan. Entah bagaimana hal ini terjadi, padahal mereka adalah orang kaya dan terpandang di daerah ini. Tetapi yang membuatku terkejut malahan jawaban guru kepada Maria.

“Lalu, apa yang kau ingin Aku lakukan, Bu? WaktuKu belum tiba.” kataNya pelan ke arah telinga Maria. Aku tidak begitu tahu maksud ‘waktuKu belum tiba’, tapi…bukankah tidak sopan menolak permintaan seorang ibu? Ada satu pertanyaan lagi yang mengganjal pikiranku…mengapa Maria malah mengatakan hal ini kepada guru? Ah, aku bingung, benar-benar bingung.

“Kalian semua, turuti apa yang dikatakanNya.” kata Maria kepada para pelayan itu tiba-tiba. Ada apa lagi ini? Apa yang ada di dalam pikiran Maria? Dan apa yang dilakukan guru? Aku meletakkan gelasku yang dari tadi masih aku bawa dengan mata tetap mengamati mereka. Guru pun mulai melihat ke sekeliling ruangan dapur tersebut. Jantungku mulai berdebar-debar. Peristiwa di pantai dulu kembali melintas dalam pikiranku. CaraNya melihat-lihat saat ini sama persis dengan kejadian di danau. Aku mempunyai perasaan…kalau sesuatu…ya, sesuatu yang besar akan terjadi lagi di sini. Aku sudah tidak sabar lagi ingin melihat apa yang akan terjadi.
“Cepat kumpulkan tempayan-tempayan itu ke sini.” kataNya kepada para pelayan itu.
“Tapi…itu tempayan untuk upacara pembasuhan kaki…masa harus…” kata seorang pelayan bingung. Namun dia langsung menghentikan kata-katanya setelah melihat Maria yang mengangguk padanya seakan-akan berkata, “Turuti saja apa yang dikatakanNya.”

Lalu guru menyuruh mereka untuk mengisi tempayan-tempayan itu penuh dengan air. Saat semua sudah selesai, Dia menyuruh salah seorang untuk mencedoknya dan memberikannya kepada pemimpin pesta. Setelah beberapa saat, masih belum ada satu pelayan pun yang bergerak untuk mencedok air itu. “Ha, ha, ha, Tentu saja tidak ada yang mau,” pikirku sambil tertawa dalam hati, “Guru ini ada-ada aja. Itu khan tempayan untuk pembasuhan, siapa yang mau mencedok airnya dan memberikannya kepada pemimpin pesta. Bisa-bisa malah kena marah habis-habisan.”

Di tengah tawaku itu, aku tidak sadar bahwa dari tadi Dia melihatku terus. Aku baru sadar saat tanganNya melambai-lambai padaku, memberi isyarat supaya aku mendekat kepadaNya. O, o…ternyata dari tadi Dia sudah tahu kalau aku berada di sana. Aku keluar dari tempat persembunyianku dengan tersenyum.

“Guru?” tanyaku dengan ragu-ragu. Aku tahu apa yang akan dikatakanNya. Dengan senyumNya yang manis, Dia menggerakkan kepalaNya ke arah tempayan itu, memberikan isyarat kalau Dia meyuruhku mencedok dan meminum air itu. “Ahh! Kenapa harus aku? Itu, itu khan tempayan pembasuhan…??!!” pikirku. Dengan gemetaran aku mulai mencedok air itu. Sesekali aku melihat ke arah wajahNya…siapa tahu Dia menyuruhku berhenti. Tapi bukannya itu yang terjadi, Dia malah tersenyum padaku sambil manggut-manggut. Ya sudahlah pikirku, paling-paling cuma sakit perut saja.

Bersamaan dengan masuknya air itu ke dalam mulutku, lidahku merasakan sebuah sensasi yang sangat luar biasa. Air itu…telah berubah menjadi anggur. Aku, aku tidak percaya pada waktu itu. Aku kembali mengambil secedok lagi dan meminumnya kembali. Ternyata benar! Air itu berubah menjadi anggur, bahkan air anggur yang sangat harum. Dengan santai Dia merangkul aku yang masih kebingungan dan mengajakku keluar dari dapur. Sebelum keluar, Dia berkata lagi pada para pelayan itu untuk memberikan air di tempayan-tempayan itu kepada pemimpin pesta. Mungkin karena mereka melihat ekspresiku, mereka langsung membawa tempayan-tempayan itu kepada pemimpin pesta. Saat pemimpin pesta mengecap air yang sudah berubah menjadi anggur itu, wajahnya berseri-seri. Dia langsung berlari mendapatkan mempelai pria.

“Wow! Perkawinan ini luar biasa! Biasanya, orang menghidangkan anggur yang baik terlebih dulu, baru yang kurang baik ketika orang-orang sudah puas minum. Tapi di sini…sampai sekarang kamu masih menyediakan anggur yang sangat baik. Ha, ha, ha, memang benar-benar pesta orang kaya.” kata pemimpin pesta itu sambil tertawa lebar, sedangkan mempelai pria hanya melongo tidak tahu apa-apa…namun tetap saja ikut tertawa dengan pemimpin pesta tersebut. Guru yang melihat mereka hanya tersenyum. Setelah pesta selesai, kami pulang bersama-sama.

Dalam perjalanan aku kembali memikirkan peristiwa tadi. Aku tidak menyangka kalau ternyata Dia peduli dengan mereka. Tadinya aku kira Dia tidak akan menolong mereka, bahkan saat ibuNya telah angkat suara. Tapi ternyata semuanya salah dan aku mulai menyadarinya saat Dia mulai melihat sekeliling dapur itu. Sungguh luar biasa. Dia orang yang penuh dengan kejutan.

******

Selain itu, Dia juga orang yang senang melakukan hal-hal yang mungkin bisa dikatakan oleh orang luar aneh. Tapi bagi kami, apa yang Dia lakukan sudah tidak aneh lagi. Salah satunya caraNya menyembuhkan orang, selalu saja metodenya berbeda-beda. Aku paling suka saat Dia menyembuhkan seseorang yang buta matanya dengan pasir yang diaduk dengan ludahNya. Sudah begitu, orang buta itu masih disuruh membasuh dirinya lagi. Kenapa harus repot-repot?

Padahal dulu Dia juga pernah menyembuhkan orang kusta hanya dengan perkataanNya saja. Pernah juga Dia menyembuhkan seorang yang tuli dan gagap. Dia memasukkan jariNya ke telinga orang itu dan kemudian meludah serta meraba lidah orang itu. Aku tidak pernah tahu mengapa Dia harus meludah segala, tapi yang pasti, setelah Dia berkata, “Efata!” yang artinya terbukalah, orang itu sembuh dengan ajaib. Kok bisa? Selalu ketika pertanyaan itu muncul dalam hatiku, muncul juga kata-kata yang pernah Ia ucapkan dulu, “Ya…tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, khan?”

Ada kalanya juga aku sangat kagum padaNya karena Dia berani dan mau menyembuhkan orang-orang itu dari jarak yang dekat, bahkan terhadap orang kusta sekalipun. Dia menjamah dan menyentuh mereka tanpa takut dan jijik terhadap mereka, sedangkan orang lain menganggap mereka itu orang yang kena kutuk dan najis. Beberapa di antara mereka juga ada yang dipelukNya. Ketika aku bertanya mengapa Ia melakukan hal ini, Dia hanya berkata kalau Dia mengasihi mereka dan bahkan datang untuk menghilangkan kutuk yang ada pada mereka. Dia sama sekali tidak merasa jijik terhadap mereka. Aku selalu melihat air mata yang mengalir dari mereka yang dipeluk. Tapi bukan mereka saja yang menangis. Kadang guru juga menangis bersama mereka. KasihNya itu luar biasa.

Bagaimanapun juga, hal yang paling aku sukai adalah…Dia sering menyembuhkan mereka pada hari Sabat. Tentu saja Dia dikecam oleh banyak ahli-ahli Taurat dan agama, tapi selalu saja Ia membungkam mulut mereka dengan hikmatNya yang luar biasa. Dia berkata, peraturan itu dibuat untuk manusia, bukan manusia untuk peraturan. Aku paling senang kalau melihatNya membuat para ahli Taurat itu terdiam. Guru memang luar biasa! Selain itu, Dia juga membuat para ahli Taurat membenciNya karena Dia bergaul dengan orang berdosa. Dia selalu mengingatkanku akan hal ini, yaitu kalau Dia mencintai setiap orang berdosa, tetapi membenci dosa itu sendiri. Jadi sebenarnya Dia datang untuk membebaskan mereka semua dari dosa-dosa mereka. Bukankah itu luar biasa?

O ya, tentang mujizat kesembuhan yang Ia lakukan, ada sesuatu yang menarik perhatianku. Biasanya, aku melihat mereka langsung sembuh saat di jamahNya. Misalnya saja orang buta langsung melihat setelah di pegang matanya, atau orang bisu langsung bisa berbicara ketika guru menyentuh mulutnya atau lidahnya dan banyak lagi. Tapi pernah suatu kali, saat itu kami ada di kota Betsaida, Dia didatangi oleh beberapa orang yang membawa temannya yang sakit buta untuk disembuhkanNya. Dia membawa orang itu ke luar kampung dan mulai menyembuhkan orang tersebut. Lagi-lagi Dia meludahi mata orang itu dan meletakkan tanganNya ke atasnya. Dia bertanya kepada orang buta itu, “Sudah lihat sesuatu?”

“Hm, kurasa ya. Aku melihat orang soalnya aku melihat mereka berjalan-jalan…tapi kok aneh ya…mereka tampaknya seperti pohon-pohon.” jawab orang itu dan kemudian guru meletakkan lagi tanganNya pada mata orang itu. Saat itu juga, orang itu bisa melihat dengan jelas dan sempurna. Luar biasa! Aku tidak tahu kenapa Dia harus meletakkan tanganNya dua kali. Entah iman orang itu atau bagaimana aku kurang jelas, tapi yang pasti aku percaya itu juga merupakan metodeNya. Itu saja.

Kalau bicara tentang penyembuhan di Betsaida itu aku juga teringat akan peristiwa yang tidak akan pernah aku lupakan. Sebelum ke Betsaida, kami sempat memberi makan lima ribu orang lebih. Saat itu Dia mengajar sampai sore. Begitu banyak orang yang datang mendengarkanNya dan mereka keasikan dengan pengajaranNya itu sampai-sampai mereka lupa pulang dan makan. Akhirnya beberapa temanku berkata kepada guru supaya Dia menyuruh mereka untuk pulang karena kami sendiri tidak tahu harus bagaimana. Di luar dugaan kami, Dia malah menyuruh kami memberi mereka makan. Yudas, yang waktu itu menjadi bendahara di antara para murid mengeluh karena uang kami tidak akan cukup untuk membeli makanan untuk orang sebanyak itu. Namun seperti biasanya, Dia melihat ke sekeliling tempat itu. Kembali jantungku berdebar keras. Sesuatu yang besar akan terjadi lagi di sini. Aku tahu pasti akan hal ini.

Dia bertanya apakah ada yang membawa roti dan ikan. Tiba-tiba muncul seorang anak laki-laki yang membawa lima roti dan dua ikan. Hanya itu yang dimiliki oleh anak itu.
“Ini lebih dari cukup. Makasih ya, nak.” kataNya. Kami hanya berpandang-pandangan sendiri karena bingung akan apa yang Ia ucapkan. Mana mungkin lima roti dan dua ikan cukup untuk memberi makan ribuan orang ini? Ditengah-tengah perdebatan kami, Dia mengangkat roti-roti dan ikan-ikan itu serta mengucapkan syukur. Lalu Ia berkata kepada kami untuk membagi-bagikan roti dan ikan itu. Kami tidak tahu bagaimana kejadiannya, tetapi roti dan ikan itu bisa selalu ada di tangan kami. Kami bahkan tidak berpikir akan membagikannya sedikit-sedikit. Kami membagi-bagikan roti dan ikan itu begitu saja. Mujizat terjadi lagi. Semua orang yang ada di situ…ya SEMUAnya mendapatkan roti dan ikan pada hari itu. Mereka semua makan dengan kenyang…bahkan, setelah kami kumpulkan sisa makanan hari itu, masih ada dua belas bakul yang tersisa. WOW! LUAR BIASA! Aku tidak pernah bisa menahan kata-kata itu dari mulutku setiap saat aku melihat perbuatanNya.

******

Setelah peristiwa tadi, ketika orang banyak itu sudah pergi, Dia menyuruh kami untuk pergi ke Betsaida sedangkan Dia akan menyusul kami. Mungkin Dia mau berdoa dulu, aku juga kurang tahu. Singkat cerita, kami akhirnya pergi dulu ke Betsaida dengan menggunakan perahu. Di tengah malam, hmm…kira-kira jam tiga, saat kami masih ada di atas laut, tiba-tiba ada angin yang kencang. Kami sangat kewalahan saat itu, tapi dengan pengalaman kami sebagai nelayan, kami berusaha sekuat tenaga kami. Di tengah-tengah kegalauan kami muncul masalah lagi. Ada seorang murid yang berteriak-teriak.

“Hantu! Hantu!” serunya sambil menunjuk ke suatu arah. Di tengah angin yang kencang itu tampak sebuah sosok yang berjalan di atas air. Mereka sangat ketakutan. Aku lebih mencermati sosok itu dan akhirnya aku tahu kalau itu bukan hantu tetapi guru. Mungkin karena ketakutan mereka, guru juga mereka sebut sebagai hantu. Tapi…bagaimana dia berjalan di atas air?
Tanpa pikir panjang, aku langsung memanggilNya.

“Guru! Kalau itu Kamu, panggil aku untuk berjalan juga di atas air!” seruku.
“Ya! Ini Aku!” seruNya membalasku, “Ayo ke sini! Kamu bisa!” Tanpa berpikir panjang, aku langsung melangkahkan kakiku keluar dari perahu. Sungguh luar biasa. Sepertinya di bawah permukaan air itu ada lantai yang menopangku. Dengan mudah aku melangkah. Benar-benar seperti melangkah di atas daratan. Aku memandang ke arah guru dengan wajah yang gembira. Seperti seorang ibu yang melatih anaknya berjalan, Dia mengulurkan tanganNya kepadaku. Aku terus berjalan ke arahNya. Tapi di tengah perjalananku, angin yang kencang itu mulai bergejolak lagi. Aku diterpanya beberapa kali sehingga aku menjadi takut. Karena ketakutanku itulah akhirnya aku jatuh dan tenggelam. Aku berteriak-teriak saat itu supaya guru menolongku. Sekalipun aku seorang nelayan, aku tidak mampu berenang saat itu. Tenagaku hilang karena aku sangat ketakutan. Namun guru segera datang dan meraih tanganku. Dia membawaku kembali ke dalam perahu. Dia bertanya kepadaku, “Kenapa kau bimbang dan tidak percaya?”

Aku merasa bersalah pada saat itu. Padahal aku sudah berjalan setengah perjalanan. Namun Dia kembali merangkulku dan tersenyum…dan itu menghilangkan perasaan bersalahku. Dia selalu hebat dalam menghilangkan perasaan bersalah di dalamku. Setelah itu, angin itu pun reda.

Pengalaman kami dengan badai tidak hanya sekali itu saja. Suatu saat kami juga pernah mengalami pengalaman yang lebih buruk. Saat itu guru sudah selesai mengajar orang banyak dan kami akhirnya pergi melewati jalur air karena di daratan ada banyak orang yang mencari Dia. Akhirnya kami membawaNya pergi bersama. Di luar perkiraanku, orang banyak itu pun menyewa perahu yang ada dan mengikuti kami. Jadi saat itu ada banyak perahu yang mengikuti. Di tengah perjalanan, badai yang sangat kencang menyerang kami. Semuanya kalang kabut. Selama hidupku, tidak pernah ada badai yang sekencang ini. Aku tidak tahu situasi di perahu lain, tapi yang jelas di perahu kami sangat mengerikan keadaannya. Perahu sudah hampir penuh dengan air. Sampai beberapa saat kemudian kami baru teringat bahwa kami membawa guru bersama-sama. Kami mencariNya ke mana-mana dan akhirnya kami menemukan Dia yang sedang tidur di buritan kapal.

“Guru, guru! Cepat bangun! Perahu kita hampir tenggelam nih! Cepat guru!” kata seorang murid dengan ketakutan. Guru langsung bangun dan menghardik badai tersebut. Keadaan pun kembali normal. Kami semua yang melihat itu hanya melongo. Siapa gerangan orang ini sampai badai pun tunduk pada perintahNya. Aku masih belum percaya akan apa yang aku lihat. Dia mengatakan hal yang sama seperti saat aku tenggelam karena berjalan di atas air.

“Mengapa kamu begitu takut dan bimbang?” Aku tidak sanggup berkata apa-apa. Aku sudah mengulangi kesalahanku dua kali. Saat kami melanjutkan perjalanan, aku masih merenungkan peristiwa tadi. Memang ternyata kami bersalah karena kami membawa Dia dalam kapal. Seharusnya…Dialah yang membawa kami. Jika demikian halnya, maka keadaan pun tidak akan seperti tadi. Yang lebih aku pikirkan…bagaimana ya perahu yang lain? Di perahu kami saja, di mana guru ada, sudah heboh sekali. Wah, mungkin malah mereka bertengkar sendiri…aku tidak tahu.

******

Namun, selain peristiwa yang mengerikan, aku dan murid-murid yang lain juga pernah mengalami hal-hal yang sangat menyenangkan. Seperti pada saat itu, ketika Dia mengutus kami untuk pergi berdua-dua. Sebelumnya, guru mengumpulkan kami. Saat itu ada tujuh puluh orang murid. Dia memberikan pengajaran kepada kami bahwa bukan hanya Dia saja yang mampu melakukan tanda-tanda mujizat dan ajaib, tetapi kami pun juga bisa melakukannya. Aku sempat tidak percaya lagi saat itu. Namun diakhir pengajaranNya, Dia memberikan kuasa kepada kami. Akhirnya aku pergi bersama salah seorang murid. Sungguh menakjubkan bagiku saat aku menjamah seorang yang sakit dan dia sembuh. Aku tidak pernah merasakan perasaan ini. Kegembiraan memenuhi hatiku. Dengan penuh semangat aku mulai menggunakan kuasa yang diberikan guru kepadaku. Di dalam namaNya semua roh jahat dapat kami usir seketika itu juga. Ternyata memang benar, kami pun bisa melakukan apa yang Dia lakukan. Jujur, aku suka akan sifat guru yang satu ini. Dia tidak hanya mengajar kami secara teori, tetapi juga dengan praktek. Dia menyuruh kami untuk langsung terjun ke lapangan, berhadapan langsung dengan orang-orang yang sakit dan kerasukan setan. Berbeda dengan para ahli Taurat yang hanya mengajar dengan teori tanpa ada perbuatan sama sekali. Lebih parah lagi, mereka sendiri pun sangat munafik. Saat kami berkumpul kembali, semuanya memperlihatkan raut muka yang gembira. Semuanya bersaksi kalau mereka juga telah menyembuhkan banyak orang sakit dan kerasukan setan di dalam nama guru. Hari itu sungguh merupakan hari yang penuh dengan kemenangan bagi kami.

Sudah sekian lama kami ikut dengan guru. Kami pergi berkeliling untuk mengajar, membantu, memberitakan kabar sukacita dan masih banyak lagi. Namun, beberapa saat yang lalu banyak juga murid yang mengundurkan diri dan tidak lagi pergi bersama-sama dengan kami. Hal ini di karenakan pengajaran guru yang keras sehingga mereka semua tidak sanggup menanggungnya. Bagiku, keras atau tidak keras, pengajaran guru selalu mempunyai makna tersendiri. Kadang memang sangat sulit dicerna sekalipun sudah menggunakan perumpamaan-perumpamaan. Oleh karena itu, Dia selalu menyempatkan diri untuk mengajari kami, kedua belas muridNya, secara pribadi. Di waktu-waktu inilah Dia memberikan kesempatan untuk bertanya jawab dengan Dia. Semuanya terjadi dengan sangat menyenangkan. Aku, Yohanes dan Yakobus adalah murid yang paling banyak diajar olehNya. Kami bertiga sering diajak pergi ke tempat yang tenang dan terhindar dari orang banyak. Di sana kami diajar lagi. Yohanes, murid yang dikasihiNya, sering mendengarkan pengajaran sambil menyandarkan kepalanya di pundak guru. Memang itu sifat Yohanes. Guru selalu mengerti akan sifat-sifat kami. Aku pribadi tidak tahu mengapa kami bertiga diberi perlakuan khusus, tapi aku tahu Dia punya alasan sendiri.

Karena sudah sering diajar olehNya dan semakin akrab, aku jadi lebih mengenal pribadi guru. Oleh karena itu, sekalipun mendengar pengajaranNya yang keras, aku tidak akan pernah mundur seperti murid-murid yang lain. Aku tahu siapa Dia pada akhirnya dan saat Dia bertanya kepadaku, dengan percaya dan pasti aku menjawab, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah.” Dia tersenyum dan berkata bahwa bukan aku yang mengatakannya tetapi Rohlah yang menjawab.
“Engkau, Si Batu Karang, di atasmulah Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya. Aku berikan kunci kerajaan sorga kepadamu. Apa yang kamu ikat di dunia akan terikat di surga dan apa yang kamu lepas di dunia, juga akan terlepas di surga.” LanjutNya. Aku baru tahu apa arti perkataanNya beberapa saat kemudian. Namun sebelumnya, aku tetap menyimpan perkataan itu dalam hatiku.

******

Pernah juga suatu ketika, saat kami pergi ke gunung yang tinggi, Dia berubah wujud. Sungguh sangat mempesona. Dia memakai baju yang putih berkilau. Sangat putih, sehingga keadaan sekitar menjadi terang. Di sebelah kanan dan kiriNya berdiri Elia dan Musa. Aku tidak tahu kenapa aku bisa langsung mengenali keduanya, padahal aku hanya tahu tentang mereka berdua dari sejarah yang diajarkan oleh para ahli Taurat. Saat itu, hanya aku, Yohanes dan Yakobus yang melihatnya.

Selain dari semua itu, ada lagi yang aku kagumi dari diriNya, yaitu penundukan diri. Bukan hanya kepada BapaNya, tetapi juga kepada pemerintah. Dia tetap membayar bea untuk Bait Allah. Yang lebih mengherankan lagi adalah cara Dia membayar waktu itu. Ya…bukankah tadi aku sudah berkata kalau Dia punya metode sendiri. Waktu itu aku disuruh pergi ke pantai untuk memancing seekor ikan di sana. Saat aku mendapatkan seekor ikan dan membelahnya, aku menemukan dua buah koin emas. Itulah uang yang kami bayarkan ke pemerintah. Apa Dia itu ahli sulap ya? Entahlah…Aku hanya bisa terkagum-kagum akan semua perbuatanNya.

To be continued...

0 comments: